BENTENG FORT DE KOCK BUKITTINGGI - JjT
Welcome.......
Jalan jalan dan Tutorial....
Semoga video BENTENG FORT DE KOCK BUKITTINGGI - JjT dapat menjadi tambahan informasi buat kita semua....
Music: noisey : Koleksi Audio Yuotube.
Bantu subscribe ya
????????
Terimakasih
tambahan informasi:
*.
Wisata Bukit Kelinci Payakumbuh
*.
Wisata Bukik Chinangkiek Singkarak
*.
10 OBJEK WISATA DI SEKITAR JAM GADANG
Benteng Fort de kock Bukit tinggi itu Palsu
#seputarminang
Benteng Fort de kock yang kita lihat hari ini Bukanlah Benteng fort de kock sebenarnya.
video ini sekedar meluruskan pandangan wisatawan tentang benteng.
menontonlah sampai habis agar faham
SEPUTAR SUMBAR - MELURUSKAN SEJARAH BENTENG FORT DE KOCK
SEPUTAR SUMBAR - MELURUSKAN SEJARAH BENTENG FORT DE KOCK
Benteng Fort De Kock Bukittinggi - #vlog 3
Fort de Kock adalah benteng peninggalan Belanda yang berdiri di Kota Bukittinggi, Sumatra Barat, Indonesia. Benteng ini didirikan oleh Kapten Bouer pada tahun 1825 pada masa Hendrik Merkus de Kock sewaktu menjadi komandan Der Troepen dan Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda, karena itulah benteng ini terkenal dengan nama Benteng Fort De Kock. Benteng yang terletak di atas Bukit Jirek ini digunakan oleh Tentara Belanda sebagai kubu pertahanan dari gempuran rakyat Minangkabau terutama sejak meletusnya Perang Paderi pada tahun 1821-1837. Di sekitar benteng masih terdapat meriam-meriam kuno periode abad ke 19. Pada tahun-tahun selanjutnya, di sekitar benteng ini tumbuh sebuah kota yang juga bernama Fort de Kock, kini Bukittinggi
==================================
Contact Person: yoniandra@gmail.com
==================================
Akun Sosial Media gue yang lain:
Twitter:
Facebook:
Instagram:
========================================
Bukittinggi - Fort De Kock
The city was known as Fort de Kock during colonial times in reference to the Dutch outpost established here in 1825 during the Padri War. The fort was founded by Captain Bauer at the top of Jirek hill and later named after the then Lieutenant Governor-General of the Dutch East Indies,
Hendrik Merkus de Kock.
The first road connecting the region with the west coast was built between 1833 and 1841 via the Anai Gorge, easing troop movements, cutting the costs of transportation and providing an economic stimulus for the agricultural economy.
A rail line connecting the city with Payakumbuh and Padang was constructed between 1891 and 1894.
During the Japanese occupation of Indonesia in World War II, the city was the headquarters for the Japanese 25th Army, the force which occupied Sumatra.
The headquarters was moved to the city in April 1943 from Singapore, and remained until the Japanese surrender in August 1945.
During the Indonesian National Revolution, the city was the headquarters for the Emergency Government of the Republic of Indonesia (PDRI) from December 19,
1948 to July 13, 1949. During the second 'Police Action' Dutch forces invaded and occupied the city on December 22, 1948, having earlier bombed it in
preparation. The city was surrendered to Republican officials in December 1949 after the Dutch government recognized Indonesian sovereignty.
The city was officially renamed Bukittinggi in 1949, replacing its colonial name. From 1950 until 1957, Bukittinggi was the capital city of a province
called Central Sumatra, which encompassed West Sumatra, Riau and Jambi. In February 1958, during a revolt in Sumatra against the Indonesian government,
rebels proclaimed the Revolutionary Government of the Republic of Indonesia (PRRI) in Bukittinggi. The Indonesian government had recaptured the town by
May the same year.
A group of Muslim men had planned to bomb a cafe in the city frequented by foreign tourists in October 2007, but the plot was aborted due to the risk of
killing Muslim individuals in the vicinity.
Since 2008 the city administration has banned Valentine's Day and New Year's celebrations as they consider
them not in line with Minangkabau traditions or Islam, and can lead to immoral acts such as young couples hugging and kissing.
Text from Wikipedia.org
Ada sepeda terbang di Benteng Fort De Kock Bukittinggi
Ada wahana baru di Benteng Fort De Kock Bukittinggi ini diresmikan langsung oleh walikota bukittinggi. yg rencanakan sudah bisa digunakan pada lebaran nanti.
Benteng Fort De Kock Di Bukittinggi
BENTENG FORT DE KOCK, BUKITTINGGI
Pengalaman pertama ke benteng fort de kock, bukittinggi.
Benteng ini didirikan oleh Kapten Bouer pada tahun 1825 pada masa Baron Hendrik Merkus de Kock sewaktu menjadi komandan Der Troepen dan Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda, karena itulah benteng ini terkenal dengan nama Benteng Fort De Kock. Benteng yang terletak di atas Bukit Jirek ini digunakan oleh Tentara Belanda sebagai kubu pertahanan dari gempuran rakyat Minangkabau terutama sejak meletusnya Perang Paderi pada tahun 1821-1837. Di sekitar benteng masih terdapat meriam-meriam kuno periode abad ke 19. Pada tahun-tahun selanjutnya, di sekitar benteng ini tumbuh sebuah kota yang juga bernama Fort de Kock, kini Bukittinggi.
Benteng Fort de Kock digunakan oleh Tentara Belanda sebagai kubu pertahanan dari gempuran rakyat Minangkabau terutama sejak meletusnya Perang Paderi pada tahun 1821-1837 .Semasa pemerintahan Belanda, Bukittinggi dijadikan sebagai salah satu pusat pemerintahan, kota ini disebut sebagai Gemetelyk Resort pada tahun 1828. Sejak tahun 1825 pemerintah Kolonial Belanda telah mendirikan sebuah benteng di kota ini sebagai tempat pertahanan, yang hingga kini para wisatawan dapat melihat langsung benteng tersebut yaitu Fort de Kock. Selain itu, kota ini tak hanya dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan tempat pertahanan bagi pemerintah kolonial Belanda, namun juga dijadikan sebagai tempat peristirahatan para opsir Belanda yang berada di wilayah jajahannya.
Fort de Kock juga dibangun sebagai lambang bahwa Kolonial Belanda telah berhasil menduduki daerah di Sumatera Barat. Benteng tersebut merupakan tanda penjajahan dan perluasan kekuasaan Belanda terhadap wilayah Bukittinggi,Agam, dan Pasaman. Belanda memang cerdik untuk menduduki Sumatera Barat, mereka memanfaatkan konflik intern saat itu, yaitu konflik yang terjadi antara kelompok adat dan kelompok agama. Bahkan Belanda sendiri ikut membantu kelompok adat, guna menekan kelompok agama selama Perang Paderi yang berlangsung 1821 hingga tahun 1837.
Belanda yang membantu kaum adat melahirkan sebuah kesepakatan bahwa Belanda diperbolehkan membangun basis pertahan militer yang dibangun Kaptain Bauer di puncak Bukit Jirek Hill, yang kemudian diberi nama Fort de Kock.
Setelah membangun di Bukit Jirek, Pemerintah Kolonial Belanda pun melanjutkan rencananyamengambil alih beberapa bukit lagi seperti Bukit Sarang Gagak, Bukit Tambun Tulang, Bukit Cubadak Bungkuak, dan Bukit Malambung. Di daerah tersebut juga dibangun gedung perkantoran, rumah dinas pemerintah, kompleks pemakaman, pasar, sarana transportasi, sekolah juga tempat rekreasi. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintahan Kolonial Belanda tersebut dalam istilah Minangkabau dikenal dengan “tajua nagari ka Bulando” yang berarti Terjual negeri pada Belanda. Pada masa itu memang, Kolonial Belanda menguasai 75 persen wilayah dari lima desa yang dijadikan pusat perdagangan.
Sejak direnovasi pada tahun 2002 lalu oleh pemerintah daerah, Fort de Kock, kawasan benteng Fort de Kock kini berubah menjadi Taman Kota Bukittinggi (Bukittinggi City Park) dan Taman Burung Tropis (Tropical Bird Park). Hingga saat ini, Benteng Fort de Kock masih ada sebagai bangunan bercat putih-hijau setinggi 20 m. Benteng Fort de Kock dilengkapi dengan meriam kecil di keempat sudutnya. Kawasan sekitar benteng sudah dipugar oleh pemerintah daerah menjadi sebuah taman dengan banyak pepohonan rindang dan mainan anak-anak.
Benteng ini berada di lokasi yang sama dengan Kebun Binatang Bukittinggi dan Museum Rumah Adat Baanjuang. Kawasan benteng terletak di bukit sebelah kiri pintu masuk sedangkan kawasan kebun binatang dan museum berbentuk rumah gadang tersebut berada di bukit sebelah kanan. Keduanya dihubungkan oleh Jembatan Limpapeh yang di bawahnya adalah jalan raya dalam kota Bukittinggi. Kawasan ini hanya terletak 1 km dari pusat kota Bukittinggi di kawasan Jam Gadang, tepatnya di terusan jalan Tuanku nan Renceh.
Benteng ini adalah satu dari 2 benteng belanda yang ada di sumatera barat , yang satu lagi terletak di Batusangkar dengan nama benteng Fort Van der Capellen karena 2 kota inilah dahulu yang paling susah ditaklukan belanda saat Perang Paderi.
Sumber Artikel Deskripsi :
Wikipedia
Film Dokumenter Benteng Fort de Kock Bukittinggi (Grup4/Sasing2'15)
Menyusuri jejak sejarah yang ada di benteng Fort de Kock oleh grup 4 SKI (Sejarah Kebudayaan Indonesia), Sasing 2 - 2015, Universitas Negeri Padang
Di Atas benteng for de kock Bukittinggi
Observasi Benteng Fort de Kock, Bukittinggi, Sumatera Barat
Ujian akhir Sejarah Kebudayaan Indonesia
Kelompok 4
- Sudewa
- Arnold Setiawan
- Eko Wijaya
- Khairin Maranda
- Esron Simarmata
- Monalisa Febriani
- Norazlin
Benteng Fort De Kock. Bukit Tinggi Sumbar.
BENTENG FORT DE KOCK BUKIT TINGGI
Benteng ini nyambung dengan kebun binatang,dan rumah adat baanjuang, dan melewati jembatan limpapeh bukit tinggi
Benarkah Bangunan Putih Yang Ada Di Bukit Tinggi Saat Ini Merupakan Benteng Fort de Kock?
Benteng Fort de kock di bangun antara tahun 1925 s/d 1926 oleh Kapten Henrich Conrad Bauer sebagai benteng perlindungan Sterreschans di Bukit Jirek, Bukit Tinggi Sumatera Barat. Nama benteng ini di ambil dari nama Hendrik merkus Baron de kock sebagai penghargaan, beliau merupakan letnan gubernur jendral hindia Belanda sekaligus panglima militer melawan kaum adat yg dipimpin Tuanku Imam Bonjol pada tahun 1803 s/d 1838 masehi.
Contact:
Email : ka.ahmadrosyadi@gmail.com
Blog : nasution-net. blogspot.com
BENTENG FORT DE KOCK BUKITTINGGI WEST SUMATERA
Benteng Fort De Kock merupakan peninggalan Belanda yang terletak di Kota Bukittinggi Sumatera Barat, jangan lupakan sejarah ya, mari saksikan video di Chanel ini jangan lupa like share and subscribe , terima kasih
#8 Benteng fort D Kock
Dinas Kebudayan dan Pariwisata Kota Bukittinggi.
Bidang Museum dan Cagar Budaya.
Kepala Dinas : Drs. Melfi Abra, M.Si
Kepala Bid.Museum dan Cagar Budaya : Ridwan I, S.Sos
BENTENG FORT D KOCK
Fort de Kock is located in Bukik Jirek in Guguak Panjang sub-district. It was built in 1830 by the Dutch government as a stronghold during the Paderi War. Now it has become a tourist attraction. As such, the place has lost it “war” aura. Instead, a beuatiful city park has emerged with cages of assorted birds around. The remaining structures to be found here is square building which now serves as a water tank, supplying fresh water to the locals. One-meter deep and 3-meter wide ditches are now covered with green grass around the site. Eight cannons around the place stand still as witnesses.
Admission fee is charged to get to the park. Included in the fee is entrance to Bukittinggi Zoo, which connected by Limpapeh Bridge.
Wisata Sepeda Gunung, di Benteng For De Kock (Bukittinggi)
---------------------------------------------------------------------
Subscribe Padang TV Youtube Channel:
dan ikuti berita-berita terkini di Padang TV via streaming di: atau
Follow & Mention Twitter kami:
Follow & Like Facebook Fanpage kami:
Follow & Share Instagram kami:
Saksikan info berita ter-update di: Detak Sore (Senin-Sabtu): pukul 16.30-17.00, Detak Sumbar (Setiap Hari): pukul 19.00-19.30 WIB.
Bukittinggi Fort de Kock jembatan Limpapeh and zoo September 2010 HD Quaity
The city was known as Fort de Kock during colonial times in reference to the Dutch outpost established here in 1825 during the Padri War. The fort was founded by Captain Bauer at the top of Jirek hill and later named after the then Lieutenant Governor-General of the Dutch East Indies, Hendrik Merkus de Kock. The first road connecting the region with the west coast was built between 1833 and 1841 via the Anai Gorge, easing troop movements, cutting the costs of transportation and providing an economic stimulus for the agricultural economy. In 1856 a teacher-training college (Kweekschool) was founded in the city, the first in Sumatra, as part of a policy to provide educational opportunities to the indigenous population. A rail line connecting the city with Payakumbuh and Padang was constructed between 1891 and 1894.
During the Japanese occupation of Indonesia in World War II, the city was the headquarters for the Japanese 25th Army, the force which occupied Sumatra. The headquarters was moved to the city in April 1943 from Singapore, and remained until the Japanese surrender in August 1945.
During the Indonesian National Revolution, the city was the headquarters for the Emergency Government of the Republic of Indonesia (PDRI) from December 19, 1948 to July 13, 1949. During the second 'Police Action' Dutch forces invaded and occupied the city on December 22, 1948, having earlier bombed it in preparation. The city was surrendered to Republican officials in December 1949 after the Dutch government recognized Indonesian sovereignty.
The city was officially renamed Bukittinggi in 1949, replacing its colonial name. From 1950 until 1957, Bukittinggi was the capital city of a province called Central Sumatra, which encompassed West Sumatra, Riau and Jambi. In February 1958, during a revolt in Sumatra against the Indonesian government, rebels proclaimed the Revolutionary Government of the Republic of Indonesia (PRRI) in Bukittinggi. The Indonesian government had recaptured the town by May the same year.
A group of Muslim men had planned to bomb a cafe in the city frequented by foreign tourists in October 2007, but the plot was aborted due to the risk of killing Muslim individuals in the vicinity. Since 2008 the city administration has banned Valentine's Day and New Year's celebrations as they consider them not in line with Minangkabau traditions or Islam, and can lead to immoral acts such as young couples hugging and kissing.
text from Wikipedia
Bukit Tinggi Tempo Dulu
Fort de Kock op duizend meter hoogte in de bergen gelegen.
N.I.F.M POLYGOON-HAARLEM
Cagar Budaya Kinantan dan Benteng Fort De Kock di Bukit Tinggi
Vidio ini dibuat untuk bahan pertimbangan rekreasi di liburan tahun baru 2019. Lokasi cagar budaya kinantan terletak di jantung kota Bukit Tinggi, Sumatera Barat, Indonesia
Kontak:
Email : ka.ahmadrosyadi@gmail.com
Blog : nasution-net.blogspot.com