Feto iha Otel Flamboyan - Opening (Historical Background)
Sekilas Latar Belakang Historis: Konflik Politik Indonesia -- Timor Leste, 1975 -- 1999
Brief Hostorical Background: Political Conflict Indonesia -- Timor Leste, 1975 -- 1999
Bahasa Indonesia
Tahun 1913, pengadilan internasional di Den Haag menentukan perbatasan yang membagi pulau Timor menjadi dua. Sebelah barat dikuasai oleh Belanda, sebelah Timur oleh Portugis.
Pada akhir Perang Dunia Kedua, wilayah bekas jajahan Belanda memproklamasikan kemerdekaannya sebagai Indonesia. Niat Portugal untuk memerdekakan Timor Portugis pada tahun 1974 berbuntut pecahnya perang saudara yang berkecamuk selama beberapa bulan. Pihak pemenang, Fretilin, memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 28 November 1975.
Sepuluh hari kemudian, Indonesia mengerahkan pasukannya menerobos perbatasan dalam sebuah operasi milter besar-besaran. Aparat Indonesia berkuasa selama 24 tahun dengan impunitas total.
Setelah konflik usai, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (CAVR) melakukan penelitian tentang apa yang telah terjadi. CAVR memperkirakan 100 ribu s.d. 180 ribu orang meninggal akibat konflik. Ada 18 ribu orang yang dibunuh atau dihilangkan dan ribuan lainnya yang ditahan dan disiksa.
Ini adalah cerita Maria, salah seorang perempuan yang ditahan dan disiksa di Hotel Flamboyan. Cerita Maria hanyalah satu cerita dari ribuan cerita yang serupa di berbagai tempat penyiksaan di Timor Leste pada saat itu.
----------------------------------------
English
In 1913, the International Court in Den Haag, established the border which devided Timor island into two parts. The west side was controled by the Dutch, the east side by the Portuguese.
At the end of World War II, the former Dutch territoty proclaimed its independence as Indonesia. The intention of Portuguese to liberate Timor Portuguese in 1974, resulted in a civil war that raged for several months. The victor, Fretilin, proclaimed independence On 28 November 1975.
Ten days later, Indonesia mobilized it's army penetrated the border in a large scale military operation. Indonesia maintained occupation for 24 years with total impunity.
After the conflict, the Commission for Reception, Truth and Reconciliation (CAVR) conducted a research on what had happened. CAVR estimated that 100-180 thousand of people died in the conflict. 18 thousand of people were killed or disappeared and several thousands of others were detained and tortured.
This is Maria's story, one of the women who was detained and tortured in Flamboyan Hotel. Maria's story is only one of the stories from thousands of similar stories in various torture facilities in Timor Leste at that time.
----------------------------------------------
Tetun
Iha tinan 1913, Tribunal Internasional Den Haag deside hafahe fronteira rai ilha Timor ba rua. Parte Westw kolonializa husi Olanda no parte Leste Kolonializa husi Portugal.
Iha segunda Guerra Mundial nia rohan, territorio eis Kolonia Olandeza proklama ninian independensia hanesan Indonesia. Vontade Portugal nian, hodi fo autodeterminasaun ba Timor Portugues iha tinan 1974, ikus mai, hamosu funu bo'ot entre Timor oan iha fulan hirak nia laran. Parte ne'ebe manan, Fretelin, proklama independensia iha loron 28 Novembro 1975.
Hafoin loron sanolu, Indonesia mobiliza nia tropas hodi tama iha fronteira no hahu halao operasaun Militar ho eskala ne'ebe bo'ot tebes. Rezime Indonesiu ukun durante tinan 24, ho, impunidade total.
Hafoin konflitu remata, Komisaun Lia-los no Rekonsiliasaun (CAVR), halo peskiza ba hahalok ne'ebe akontese tiha ona. CAVR, kalkula katak ema nain 100.000 to'o 180.000, mate tamba konflitu. Ema nain 18.000 maka hetan oho ka halakon obrigatoriu, no rihun balu seluk tan hetan tortura no sulan iha prizaun.
Ida ne'e, Maria nia istoria, feto maluk ida ne'ebe hetan kastigu no tortura iha, Hotel Falmboyan. Historia Maria nian, hanesan istoria husi historia rihun ba rihun ne'ebe akontese iha fatin tortura oi-oin iha Timor-Leste iha tempu ne'eba.