Van den Bosch Fort Benteng Pendem : Wonderful Ngawi, East Java - Indonesia
Wonderful Ngawi, East Java - Indonesia
Dirgahayu Republik Indonesia di Benteng Pendem ( Fort Van Den Bosch )
Benteng Van den Bosch, lebih dikenal sebagai Benteng Pendem adalah sebuah benteng yang terletak di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi. Benteng ini memiliki ukuran bangunan 165 m x 80 m dengan luas tanah 15 Ha. Lokasinya mudah dijangkau yakni dari Kantor Pemerintah Kabupaten Ngawi +/- 1 Km arah timur laut. Letak benteng ini sangat strategis karena berada di sudut pertemuan sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun. Benteng ini dulu sengaja dibuat lebih rendah dari tanah sekitar yang dikelilingi oleh tanah tinggi sehingga terlihat dari luar terpendam.
Pada abad 19 Ngawi menjadi salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Jawa Timur dan dijadikan pusat pertahanan Belanda di wilayah Madiun dan sekitarnya dalam Perang Diponegoro (1825-1830). Perlawanan melawan Belanda yang berkobar didaerah dipimpin oleh kepala daerah setempat seperti di Madiun dipimpin oleh Bupati Kerto Dirjo dan di Ngawi dipimpin oleh Adipati Judodiningrat dan Raden Tumenggung Surodirjo, serta salah satu pengikut Pangeran Diponegoro bernama Wirotani. Pada tahun 1825 Ngawi berhasil direbut dan diduduki oleh Belanda. Untuk mempertahankan kedudukan dan fungsi strategis Ngawi serta menguasai jalur perdagangan, Pemerintah Hindia Belanda membangun sebuah benteng yang selesai pada tahun 1845 yaitu Benteng Van Den Bosch. Benteng ini dihuni tentara Belanda 250 orang bersenjatakan bedil, 6 meriam api dan 60 orang kavaleri dipimpin oleh Johannes van den Bosch.
Sumber : Wikipedia
Taken with Nikon D7100 + Tamron 17-50
Benteng Van Den Bosch Ngawi - Dulu dan Kini
#SejarahIndonesia #BentengVanDenBosch #IndonesiaKaya
Fort van den Bosch, locally known as Benteng Pendem (sunken fort), is a fort located in Pelem administrative village, Ngawi Regency, East Java, Indonesia.
In the 19th-century, Ngawi [id] was known as the center of trade and shipping in East Java. The Dutch established a defense center in the region of Madiun especially to cope with the Java War which was led by Prince Diponegoro. The fight against the Dutch in each region was started by each of the region's local ruler: the region of Madiun was led by Regent Kerto Dirjo, and in Ngawi it was led by Adipati Judodiningrat, Raden Tumenggung Surodirjo, and Wirotani (a follower of Diponegoro).
In 1825, the Dutch managed to capture Ngawi. To maintain their position in Ngawi, as well as to oversee the trade route along the area, the Dutch ordered the construction of a new fort. A location was chosen at the confluence of Bengawan Solo and Madiun River. The fort was finished in 1845 and was named Fort van den Bosch. It was equipped with rooms for 250 soldiers, 6 cannons, and 60 cavalries led by Johannes van den Bosch.
Trip To Van Den Bosch Fort Ngawi East Java
FORT VAN DEN BOSCH
Destinasi Wisata
Van Den Bosch Castle in Ngawi
Van Den Bosch Castle in Ngawi is a bastion of the Dutch East Indies government which was once the center of trade and shipping coordination in East Java.
The 165 meter x 80 meter fortress built in 1845 was deliberately built lower than the surrounding land, so that the surrounding residents call it Pendem Castle.
Given the fortress was once occupied by 250 Dutch troops under the command of Johannes Van Den Bosch who fought against the citizens of Ngawi, no wonder if many mystery stories that enveloped Pendem Fort.
Historical story as well as heresy of this castle made many tourists interested to visit. Vice Regent of Ngawi Ony Anwar Harsono said that Pendem Fort has potential to be a national cultural heritage.
It has even been submitted to Assistant Deputy of Tourism Culture Tourism Development Destination (Kemenpar) Lokot Ahmad Enda recently.
Pemkab Ngawi will continue to encourage efforts to develop local tourism destinations, including Fort Pendem Need support from all parties including the central government to revitalize Fort Pendem and make it a cultural heritage
Johannes van den Bosch
Video Software we use:
Ad-free videos.
You can support us by purchasing something through our Amazon-Url, thanks :)
Johannes, Count van den Bosch was a Dutch officer and politician.He was Governor-General of the Dutch East Indies , commander of the Royal Netherlands East Indies Army, Minister of Colonies, and Minister of State.He was officer in the Military William Order.
---Image-Copyright-and-Permission---
About the author(s): Zscout370
License: Public domain
Author(s): Zscout370 (
---Image-Copyright-and-Permission---
This channel is dedicated to make Wikipedia, one of the biggest knowledge databases in the world available to people with limited vision.
Article available under a Creative Commons license
Image source in video
Benteng Pendem / Fort van den Bosch , Ngawi #wisatavlog #tokoluwes ngawi...test zoom sony cx405
Benteng Pendem atau Van Den Bosch di kabupaten Ngawi Jawa Timur. Benteng ini peninggalan pada masa kolonial Belanda. Masuk pertama kali ke depan pintu masuk benteng pendem, terdapat pintu utama benteng yang menggunakan roda besi yang cara membukanya yaitu dengan di putar porosnya. Disitu saya masuk ke dalam benteng pendem terdapat tahun pembuatan benteng pendem tersebut yaitu pada tahun 1839-1845. Dulunya benteng tersebut di bangun pada masa pemerintahan gubernur jendral Font Van Den Bosch. di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Tempat ini ikut menjadi catatan sejarah berdirinya Bangsa Indonesia. Luas benteng mencapai 1 hektar.
Di dalam benteng tersebut terdapat salah satu bukti yaitu terdapat makam salah satu anak buah diponegoro di dalam kantor utama dalam Benteng Pendem Van Den Bosch, Ngawi,.yang bernama KH. Muhammad Nursalim. KH. Muhammad Nursalim adalah tokoh pejuang yang ditangkapbelanda dan di bawa ke Benteng tersebut, karena kesaktiannya beliau tidakmempan ditembak akhirnya oleh tentara belanda dikubur hidup-hidup didalam benteng tersebut.Beliau juga di yakini sebagai penyebar agama islam pertama kali di wilayah ngawi. tanggal 17 agustus 1592 oleh komandan bataliyon armed 12.
Setelah Indonesia merdeka benteng ini digunakan sebagai markas Yon Armed yang berkedudukan di Rampal, Malang. Dulunya benteng ini sebagai kawasan terlarang karena sebagai gudang amunisi. Namun setelah Yon Armed pindah di jalan Jurbong, Ngawi, kini kawasan dibuka untuk umum. Benteng Pendem ini di keliling oleh tanah yangg tinggi hingga benteng nyaris tak terlihat. Serta terdapat sungai yang mengelilingi benteng. Saat ini keadaan benteng masih dalam perawatan.
Begitu bersejarahnya benteng ini dan kita sebagai penerus bangsa wajib menjaga dan merawat semua sejarah-sejarah bangsa indonesia agar tetap tejaga kesliannya dan anak cucu kita tau bahwa indoseia memiliki bnyak warisan sejarah yang di wariskan oleh orang terdahulu kita. Jangan sampai benteng tersebut rusak keasliannya karena tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab menyorat-nyoret dinding dengan kata-kata yang tidak pantas di beber-beberkan di tempat umum.
Jalan2 ku yg lain
In the 19th-century, Ngawi [id] was known as the center of trade and shipping in East Java. The Dutch established a defense center in the region of Madiun especially to cope with the Java War which was led by Prince Diponegoro. The fight against the Dutch in each region was started by each of the region's local ruler: the region of Madiun was led by Regent Kerto Dirjo, and in Ngawi it was led by Adipati Judodiningrat, Raden Tumenggung Surodirjo, and Wirotani (a follower of Diponegoro).
In 1825, the Dutch managed to capture Ngawi. To maintain their position in Ngawi, as well as to oversee the trade route along the area, the Dutch ordered the construction of a new fort. A location was chosen at the confluence of Bengawan Solo and Madiun River. The fort was finished in 1845 and was named Fort van den Bosch. It was equipped with rooms for 250 soldiers, 6 cannons, and 60 cavalries led by Johannes van den Bosch.
During the Japanese occupation period, the fort was converted into a civilian camp for men and boys. From February 1943 to February 12, 1944; about 1,580 men, including Brits and Americans, were imprisoned in Fort Van den Bosch. Nakamura was listed as the prison commendant, while natives were employed to be prison guards. Some of the internees were held in the fort prison, and some in barracks on the front part of the ground. On February 12, 1944, the internees were transferred to the 4th and 9th Battalions' Encampment in Tjimahi.[1][2]
From 21 January 1945 to August 30, 1945, Fort van den Bosch was reused as a civilian camp. About 737 internees were imprisoned in the fort. This time, the internees were Indo-European men and boys who refused to swear loyalty to the Japanese authorities. The internees lived under a hard regime. When the Japanese left Indonesia, the internees were freed, taken with a truck to Ngawi station, and from there by train to places e.g. Yogyakarta.[2]
With no maintenance, the fort fell into deterioration until its current dilapidated condition.
The fort
The fort is located in Kelurahan Pelem, Ngawi [id] Subdistrict, Ngawi Regency. It is a 165-meter x 80 meter sized built within a 15 ha area. The fort is situated at the confluence of the Bengawan Solo and Madiun River. The fort was built lower than the surrounding terrain, hence the local nickname Benteng Pendem or sunken fort. The multi-floored fort contains hundred of rooms for military use.[3]
Inside the fort is the tomb of Kyai Haji Muhammad Nursalim, one of the followers of Diponegoro who was captured by the Dutch. Local legend mentioned Nursalim Muhammad as the first person who spread Islam in Ngawi. He is said to has a powerful magic power of immune to gunshot, so the Dutch decided to bury him alive.
Full Version Fort Van den Bosch
Benteng Van den Bosch, lebih dikenal sebagai Benteng Pendem adalah sebuah benteng yang terletak di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi.
Source:
Dokumenter Benteng van Den Bosch
Video ini hasil karya kelompok 3 X TGB 2 SMKN 2 NGAWI ,untuk memenuhi tugas mata pelajaran simulasi digital semester 2
TERIMAKASIH
Safari Jeep di Benteng Pendem Van Den Bosch -Batalyon Armed 12 -Ngawi - Jawa Timur
Wisata sejarah Benteng Pendem Font Van Den Bosch 1839 -1845
Benteng FORT VAN DEN BOSCH Saksi Bisu Yang Terpendam | Benteng Pendem Ngawi
Benteng FORT VAN DEN BOSCH Saksi Bisu Yang Terpendam | Benteng Pendem Ngawi
Benteng FORT VAN DEN BOSCH Saksi Bisu Yang Terpendam | Benteng Pendem Ngawi
Saat kaki melangkah memasuki komplek bangunannya, sisa-sisa kekuatan Benteng Van Den Bosch atau yang biasa disebut Benteng Pendem Ngawi, masih sangat terasa.
Tembok dan tiang-tiang penyangganya masih berdiri kokoh, hanya saja telah pudar dimakan usia. Tampak jelas jika bangunan Benteng Van Den Bosch ini dibangun sebagai zona pertahanan pada waktu pemerintahan Belanda dulu.
Benteng Van Den Bosch atau Benteng Pendem Ngawi terletak di jalur pertemuan Bengawan Solo dan Bengawan Madiun, tepatnya di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Keberadaan benteng ini tak banyak dikenal orang, bahkan nyaris terlupakan. Selama puluhan tahun benteng ini tidak boleh dijamah oleh publik karena merupakan daerah kekuasan militer. Padahal, jika ditelisik, benteng ini merupakan bangunan bersejarah yang patut dilindungi dan dikenal oleh masyarakat.
Benteng Pendem Ngawi dibangun oleh Gubernur Jenderal Defensieljn Van Den Bosch sekitar dua abad lalu atau pada tahun 1839, dengan memanfaatkan keberadaan aliran Bengawan Solo dan Bengawan Madiun. Selain berfungsi untuk zona pertahanan, pembangunan benteng ini juga untuk memudahkan arus tranportasi di aliran dua sungai.
Dipercaya, para pedagang dari Surakarta-Yogyakarta pada waktu dulu harus lewat Ngawi jika menuju bandar di Surabaya, demikian juga halnya dengan para pedagang dari arah Pacitan, Madiun, dan Maospati. Hal inilah yang menggolongkan Ngawi sebagai tempat strategis karena merupakan pertemuan jalur perdagangan air lewat Bengawan Solo.
Benteng ini dulunya juga untuk melumpuhkan transportasi logistik para pejuang kemerdekaan pasukan Pangeran Diponegoro. Bersamaan dengan itu, terjadi perang di Ngawi antara pasukan Bupati Madiun-Ngawi yang memihak Diponegoro dengan Belanda, ujar Komandan Yon Armed 12 Ngawi, Letkol Arm Sugeng Riyadi.
Ia menjelaskan, setelah Indonesia merdeka, tepatnya sejak tahun 1962, Benteng Van Den Bosch dijadikan markas Yon Armed 12 yang sebelumnya berkedudukan di Kabupaten Malang. Pada waktu itu, kegiatan latihan militer dan kesatuan juga dipusatkan di areal benteng.
Karena kondisi yang bangunan tidak mendukung untuk perkembangan dan kemajuan kesatuan, maka sekitar 10 tahun kemudian Yon Armed 12 menempati lokasi baru di Jalan Siliwangi, Kota Ngawi. Namun, sebagian area benteng masih digunakan untuk gudang persenjataan.
Hal itulah yang mendasari mengapa selama puluhan tahun Benteng Pendem ini tertutup bagi umum. Pada akhir tahun 2011, benteng ini akhirnya terbuka untuk umum karena gudang persenjataan telah dipindahkan ke Jalan Siliwangi. Sampai sekarang kami masih lakukan perawatan secara rutin, papar Sugeng Riyadi.
Ia menjelaskan, bangunan Benteng Pendem Ngawi masih sangat kokoh, meski telah dimakan usia. Bangungan Benteng Pendem Ngawi terdiri dari pintu gerbang utama, ratusan kamar untuk para tentara, halaman rumput di tengah bangunan, dan beberapa ruang yang dulunya diyakini sebagai kandang-kandang kuda.
Selain itu, bangunan benteng ini dikelilingi gundukan tanah yang sengaja dibangun untuk menahan serangan dan luapan air Bengawan Solo. Hal inilah yang membuat bangunan benteng seperti terpendam. Bangunan ini juga dikelilingi parit air selebar 5 meter, hanya saja saat ini paritnya telah tertutup tanah.
Objek Wisata Sejarah
Kini, meski terlambat, pihak Yon Armed 12 dan pemerintah daerah setempat ingin agar Benteng Van Den Bosch menjadi objek wisata sejarah di Kabupaten Ngawi. Pihak Yon Armed kini terus melakukan pembenahan.
Pembenahan yang dilakukan adalah merawat bangunan secara rutin. Saat ini kami sedang menunggu izin merenovasi bangunan dari Kementerian Pertahanan dan Keamanan. Jika izin sudah keluar, renovasi akan dilakukan tanpa meninggalkan bentuk asli dari bangunan benteng tersebut, terangnya.
Sejak dibuka untuk umum, masyarakat bisa melihat bangunan benteng dari dekat. Hanya dengan membayar tiket retribusi sebesar Rp1.000 per orang, masyarakat bisa melihat sisa-sisa kekuatan Benteng Pendem pada masa penjajahan Belanda.
Lokasi wisata sejarah ini pun juga mudah dijangkau dengan alat transportasi karena letaknya berada di pusat Kota Ngawi.
Benteng FORT VAN DEN BOSCH Saksi Bisu Yang Terpendam | Benteng Pendem Ngawi
Benteng Pendem (Fort Van Den Bosch) Saksi Bisu Peninggalan Belanda di Ngawi - Jawa Timur
Fort Van Den Bosch, atau yang lebih dikenal sebagai Benteng Pendem adalah benteng yang terletak di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi. Benteng ini memiliki ukuran bangunan 165 m x 80 m dengan luas tanah ± 15 hektar. Lokasinya mudah dijangkau. Yakni dari Kantor Pemerintah Kabupaten Ngawi ke arah timur laut yang berjarak sekitar kurang lebih 1km.
Benteng Pendem pada asalnya merupakan benteng pertahanan yang sengaja dibuat sebagai benteng pertahanan di area Jawa Timur bagian Barat sekaligus kamp militer tentara Belanda. Benteng Van Den Bosch digunakan oleh pemerintah kolonial pada era tahun 1839-1945.
Benteng ini dikelilingi parit yang lebarnya 15 meter dan dalamnya 2 meter. Dulu sengaja dibuat lebih rendah dari tanah sekitar yang dikelilingi oleh tanah tinggi (tanggul), sehingga terlihat dari luar tampak terpendam. Oleh karena itu, oleh masyarakat sekitar disebut juga dengan benteng pendem.
Menurut sejarahnya Benteng ini dibangun oleh pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1839 – 1845 dengan nama Fort Van Den Bosch, di bangun pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Van Den Bosch. Bangunan benteng ini bertingkat yang terdiri dari pintu gerbang utama, ratusan kamar untuk para tentara, ruangan untuk seorang kolonel dan ruang komando yang depanya berupa halaman rumput, dan beberapa ruangan yang dulunya diyakini sebagai kandang kuda. Dihuni oleh tentara Belanda sebanyak 250 orang bersenjatakan bedil, 6 meriam api, dan 60 orang kavaleri yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal Defensieljn Van Den Bosch.
Letak benteng ini sangat strategis karena berada di sudut pertemuan sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun.
Dipilihnya lokasi pembangunan benteng, karena Sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun kala itu merupakan jalur lalu lintas sungai yang dapat dilayari oleh perahu-perahu yang cukup besar sampai jauh ke bagian hulu. Perahu tersebut memuat berbagai macam hasil bumi yang berupa rempah-rempah dan palawija dari Surakarta-Ngawi menuju Bandar Gresik, demikian juga Madiun-Ngawi dengan tujuan yang sama. Pada abad 19, Kota Ngawi menjadi salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Jawa Timur dan dijadikan pusat pertahanan para pejuang di Kabupaten Madiun, Ngawi, dan sekitarnya.
Perlawanan melawan Belanda yang berkorbar di daerah, dipimpin oleh kepala daerah setempat. Di Kabupaten Madiun, dipimpin oleh Bupati Kerto Dirjo, dan di daerah Ngawi dipimpin oleh Adipati Judodiningrat dan Raden Tumenggung Surodirjo, serta salah satu pengikut Pangeran Diponegoro bernama Wirontani pada tahun 1825, Kota Ngawi berhasil direbut dan diduduki. Untuk mempertahankan kedudukan dari fungsi strategis Kota Ngawi serta menguasai jalur-jalur perdagangan, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda membangun benteng Van Den Bosch.
Pada bagian selatan benteng keadaannya hancur karena serangan bom Jepang. Pembangunan benteng ini juga untuk menghambat atau menangkal pasukan penyerang Pangeran Diponegoro terhadap belanda. Salah satu buktinya yaitu adanya makam salah satu pengikut Pangeran Diponegoro yang bernama KH. Muhammad Nursalim, di kantor utama Benteng Van Den Bosch. Beliau ditangkap Belanda, karena kesaktiannya beliau tidak mempan ditembak. Akhirnya tentara Belanda mengubur hidup-hidup didalam benteng. Beliau juga di yakini sebagai penyebar agama Islam pertama di wilayah Ngawi.
Sekarang Wisata Benteng Pendem ini dikelola oleh Yon ARMED12/KOSTRAD Angicipi Yudha. Di pintu masuk benteng terdapat beberapa mobil yang dahulu digunakan tentara Belanda pada masa peperangan
Arsitektur benteng ini sebenarnya cukup bagus, Sayangnya benteng ini tidak di kelola dengan baik, hingga di bagian belakang benteng ini dijadikan rumah kelelawar.
FORT VAN DEN BOST
Benteng Pendem Ngawi - East Java
Sejarah Benteng Pendem Ngawi [ fort van den bosh ]
jangan lupa untuk langganan / SUBSCIBE untuk melihat dan mendapatkan video menarik lainnya
Benteng Van Den Bosch - Wisata Bersejarah Zaman Kolonial Belanda
Benteng Pendem atau Van Den Bosch terletak di kabupaten Ngawi Jawa Timur. Benteng ini merupakan peninggalan pada masa kolonial Belanda. Masuk pertama kali ke depan pintu masuk benteng pendem tersebut, terdapat pintu utama benteng yang menggunakan roda besi yang cara membukanya yaitu dengan di putar porosnya. Disitu saya masuk ke dalam benteng pendem terdapat tahun pembuatan benteng pendem tersebut yaitu pada tahun 1839-1845. Dulunya benteng benteng tersebut di bangun pada masa pemerintahan gubernur jendral Font Van Den Bosch. Benteng ini terletak di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Tempat ini ikut menjadi catatan sejarah berdirinya Bangsa Indonesia.
Di dalam benteng tersebut terdapat salah satu bukti yaitu terdapat makam salah satu anak buah diponegoro di dalam kantor utama dalam Benteng Pendem Van Den Bosch, yang bernama KH. Muhammad Nursalim.
KH. Muhammad Nursalim adalah tokoh pejuang yang ditangkap belanda dan di bawa ke Benteng tersebut, karena kesaktiannya beliau tidak mempan ditembak, akhirnya oleh tentara belanda dikubur hidup-hidup didalam benteng tersebut. Beliau juga di yakini sebagai penyebar agama islam pertama kali di wilayah ngawi. tanggal 17 agustus 1592 oleh komandan bataliyon armed 12.
Misteri Mistis Benteng Pendem Ngawi Fort Van Den Bosch
Misteri Mistis Benteng Pendem Ngawi Fort Van Den Bosch
Misteri Mistis Benteng Pendem Ngawi Fort Van Den Bosch
Misteri Mistis Benteng Pendem Ngawi Fort Van Den Bosch
Misteri Mistis Benteng Pendem Ngawi Fort Van Den Bosch
Benteng Van den Bosch, lebih dikenal sebagai Benteng Pendem adalah sebuah benteng yang terletak di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi. Benteng ini memiliki ukuran bangunan 165 m x 80 m dengan luas tanah 15 Ha. Lokasinya mudah dijangkau yakni dari Kantor Pemerintah Kabupaten Ngawi +/- 1 Km arah timur laut. Letak benteng ini sangat strategis karena berada di sudut pertemuan sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun. Benteng ini dulu sengaja dibuat lebih rendah dari tanah sekitar yang dikelilingi oleh tanah tinggi sehingga terlihat dari luar terpendam.
SEJARAH BENTENG PENDEM
Pada abad 19 Ngawi menjadi salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Jawa Timur dan dijadikan pusat pertahanan Belanda di wilayah Madiun dan sekitarnya dalam Perang Diponegoro (1825-1830). Perlawanan melawan Belanda yang berkobar didaerah dipimpin oleh kepala daerah setempat seperti di Madiun dipimpin oleh Bupati Kerto Dirjo dan di Ngawi dipimpin oleh Adipati Judodiningrat dan Raden Tumenggung Surodirjo, serta salah satu pengikut Pangeran Diponegoro bernama Wirotani. Pada tahun 1825 Ngawi berhasil direbut dan diduduki oleh Belanda. Untuk mempertahankan kedudukan dan fungsi strategis Ngawi serta menguasai jalur perdagangan, Pemerintah Hindia Belanda membangun sebuah benteng yang selesai pada tahun 1845 yaitu Benteng Van Den Bosch. Benteng ini dihuni tentara Belanda 250 orang bersenjatakan bedil, 6 meriam api dan 60 orang kavaleri dipimpin oleh Johannes van den Bosch.
----------
pendem ngawi
benteng pendem ngawi angker
alamat benteng pendem ngawi
benteng blogs
benteng pendem cilacap
sejarah benteng pendem ngawi
lokasi benteng pendem ngawi
letak benteng pendem ngawi
wisata ngawi
MISTERI pendem ngawi
misteri benteng pendem ngawi
sejarah benteng pendem cilacap
chanel :
Misteri Mistis Benteng Pendem Ngawi Fort Van Den Bosch
Masa pemerintahan Johanes Van den bosch
Vidio ppt sejarah Indonesia
Masa pemerintahan Johanes Van den Bosch di Indonesia
Johannes van den Bosch - Familie
Credits:Text from Wikipedia,video auto-generated by ai.pictures.
Wisata Sejarah Fort Van Den Bosh Benteng Pendem Ngawi
Wisata Sejarah Fort Van Den Bosh Benteng Pendem Ngawi Jawa Timur