3 Hari Larangan..!! Pencari Jodoh Di Kampung Naga Wajib Tau Nih, Gadis Desa, Kampung Wisata
Jangan Lakukan ini Dikampung ini, Siapa Tau Kau Berjodoh dengan Gadis Kampung Naga
Hemm.....siapa tau aja sobat berjodoh dengan gadis di kampung naga. Iya, kan? Jodohkan di tangan Tuhan. Nah, sebelum ada yang berniat mencari jodoh disana, atau jodoh lu pade ada disana, tidak ada salahnya mengetahui 3 hari larangan di Kampung Naga
Dilansir dari harnas.co, Kampung Naga dipimpin oleh satu lembaga adat yang terdiri dari tiga tokoh adat, yaitu kuncen, lebe adat, dan punduh adat, yang dijabat secara turun-temurun dan tidak dipilih oleh warga.
Kuncen bertugas sebagai pemangku dan pemimpin upacara adat. Lebe mempunyai tugas membantu pihak yang meninggal, dari memandikan sampai menguburkan, kemudian punduh mempunyai tugas sebagai penyebar informasi ke masyarakat.
Penghuni atau kaum Naga yang tinggal di desa adat tersebut sebanyak 300 orang dari 101 kepala keluarga. Terdapat 113 bangunan yang terdiri dari 110 rumah (101 dihuni dan 9 rumah kosong) dan tiga bangunan sarana umum yaitu masjid, balai pertemuan, dan lumbung padi.
Darmawan (48), warga kampung adat yang juga bekerja sebagai pemandu, mengatakan 97 persen warga asli Kampung Naga sudah bertempat tinggal di luar desa. Warga kampung naga di luar disebut dengan istilah sanaga atau satu keturunan Kampung Naga. Warga Kampung Naga sudah menyebar terutama di tiga kecamatan, yaitu Slawu, Puspahiyang, dan Cigalontang.
Keturunan Kampung Naga yang tinggal di luar disesuaikan dengan kondisi luar, artinya boleh memakai rumah permanen dan listrik, namun tetap mengikuti upacara adat setahun enam kali, terutama setiap hari besar Islam.
Agama Islam sendiri diperkirakan masuk ke Kampung Naga pada abad XIV. Sebuah masjid didirikan di sebelah timur lapangan sentral atau semacam alun-alun di kampung tersebut.
Salah satu hal yang unik di Kampung Naga adalah dikaitkannya hari raya umat Islam dengan larangan adat yang berlaku di desa tersebut. Terdapat tiga hari larangan mengadakan kegiatan adat, yaitu pada Selasa, Rabu, dan Sabtu. Pada hari-hari tersebut, Kampung Naga tidak boleh melakukan kegiatan adat.
Namun, larangan tersebut ditoleransi ketika penduduk Kampung Naga merayakan Idul Fitri. Misalnya Lebaran jatuh pada Selasa, maka salat Id tetap dilakukan pada Selasa, namun upacara adat hajat sasih dilaksanakan pada Kamis.
Apabila Lebaran jatuh pada hari yang bukan termasuk larangan, maka akan dilangsungkan upacara adat langsung setelah salat Id.
Darmawan mengatakan hari larangan merupakan amanat dari nenek moyang. Apa yang sudah diamanatkan dan diwasiatkan oleh nenek moyang tidak boleh dilanggar karena akan ada akibatnya.
Ia menjelaskan upaya masyarakat adat memegang teguh ajaran leluhur membuat hidup bermasyarakat di Kampung Naga menjadi lebih terjaga kerukunannya.
Di sini kami hidup sederhana yang penting cukup makan. Saling hidup berkomunitas tidak ada konflik dan tidak fanatik, mau memeluk agama apapun yang penting damai. Sampai sekarang kami bisa menjaga adat istiadat, dan akan terus dijaga, kata Darmawan.
Ia kemudian menunjuk ke atap rumah panggung yang puncaknya berbentuk tanduk. Setiap rumah di atas atapnya ada bagian mirip tanduk. Bentuknya mirip simbol peace, menandakan perdamaian. Dalam hidup ini yang penting memang damai, kata Darmawan sambil terkekeh.
Sumber : harnas.co
Reportase : Antara
Editor : Andi Nugroho
Photo dan Gambar Courtesy Of YouTube, TVRI, dll