Hikayat Aceh | Rahasia Hamzah Di Ujong Pancu - (Serial 02 - With English Subtitles)
Pembawa Acara: Shadia Marhaban | Reporter & Jurnalis Jeumpanews.com
Tamu Pembicara: Sehat Ihsan Shadiqin | Dosen UIN Ar-Raniry Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.
English Subtitles Translation By M Nur Djuli
----------------------------------------------------------------------
Syeikh Hamzah Fansuri adalah seorang cendekiawan, ulama tasawuf, dan budayawan terkemuka yang diperkirakan hidup antara pertengahan abad ke-16 sampai awal abad ke-17.
Syeikh Hamzah Fansuri telah mengembara ke berbagai belahan dunia untuk menuntut ilmu, seperti ke Mekah, Madinah, Baghdad, Pahang (Tanah Melayu) dan Kudus (Pulau Jawa). Ia menguasai bahasa Arab dan Parsi di samping bahasa Melayu yang memang menjadi bahasa aslinya. Bahasa Melayu yang digunakannya itu sudah memperlihatkan bentuk seperti yang digunakan sekarang.
Hamzah Fansuri adalah pengembang Tarekat Wujudiyah sehingga terkesan kuat bahwa Beliau sejalan dengan pemikiran Ibn Arabi, ahli tasauf yang masyhur pada akhir abad ke-12 dan awal abad ke-13. Walau bagaimanapun, tarekat Wujudiyah kemudian ditentang hebat oleh Nuruddin ar-Raniri. Tidak diketahui secara pasti tarikh hasil karyanya itu ditulis kerana tidak ada catatan tentangnya. Yang diketahui ialah bahawa Hamzah Fansuri menghasilkan karyanya itu pada masa Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam memerintah Aceh dalam tahun 1606-1636 M. Berdasarkan ini, dapatlah dikatakan bahawa karyanya itu tercipta pada awal abad ke-17. Ia menghasilkan beberapa buah syair dan prosa. Simak liputan selengkapnya di tayangan Hikayat Aceh persembahan Jeumpanews.com
Inilah gerangan suatu madah
Mengarangkan syair terlalu indah
Membetuli jalan tempat berpindah
Di sanalah i'tikad diperbetuli sudah
Wahai muda kenali dirimu
Ialah perahu tamsil tubuhmu
Tiadalah berapa lama hidupmu
Ke akhirat jua kekal diammu
Hai muda arif budiman
Hasilkan kemudi dengan pedoman
Alat perahumu jua kerjakan
Itulah jalan membetuli insan
----------------------------------------------------------------------
Sheikh Hamzah Fansuri was a great intellectual, a Tasawuf* ulama and a very cultured personality who lived around the middle of 16th to early 17th century.
He had travelled to several parts of the Islamic world such as Mecca, Medina, Baghdad, Pahang (today a Malaysian State) and Kudus (Central Java).
He had developed the Tarekat Wujudiyah in the way that gave the impression that he was of the same thought as Ibn Arabi, the famous Tasawuf expert of end of 12th and beginning of 13th century. However, this method of getting close to Allah was vehemently opposed by Nuruddinar-Raniri. It is not known for certain what happened to his teaching because there is no written note on it. What is known only what he had penned one of his poems:
This is a beautiful eulogy
To compose poetry with such beauty
To repair the road for the travel’s end
Where the intention is determined
O youth know your self
Your body is like a boat
You don’t live for very long
The hereafter your permanent abode
O youth intelligent and refined
Make the rudder with a guideline
Arm your boat with good work
That’s how to correct your fellow man
*Tasawwuf is Sufism philosophy in approaching God through the inner or esoteric dimension of Islam that is supported and complemented by outward or exoteric practices of the religion such as the Sharia.
Hikayat Aceh | Panglima Dari Tanah Kan'an Di Benteng Indrapuri - (Serial 03)
Pembawa Acara: Shadia Marhaban | Reporter & Jurnalis Jeumpanews.com
Tamu Pembicara: Drs. Nurdin AR, M. Hum. | Dosen UIN Ar-Raniry Fakultas Adab.
----------------------------------------------------------------------
Sultan Alaiddin Johansyah berkhutbah setelah Syeikh Abdullah Kan'an mengambil sumpah jabatannya:
Segala puji kami persembahkan kepadaMu ya Allah. Engkau Raja segala Raja. Engkau beri kerajaan kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau sukai dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Kebaikab berada di tanganMu dan Engkau berkuasa atas segala-galanya. (QS. Aali-'Imran:26)
Shalawat dan salam kami persembahkan kepada Rasul Akhir Zaman yang di utus membawa rahmat bagi alam semesta.
Kami bersyukur kepada Allah karena pada hari ini, dengan iradahNya
kami telah dilantik menjadi khadim dari kerajaanNya.
Kami berjanji akan melaksanakan segala ajaranNya dalam segala cabang kehidupan umat.
Sebagai manusia kami memang lemah, tetapi AL-HAQ, kebenaran Allah adalah kekuatan mutlak. Kejahatan sebesar apapun tidak akan sanggup bertahan di depan AL-HAQ.
Kami adalah tangan AL-HAQ yang akan membela rakyat tertindas dan akan mematahkan leher kezaliman.
Dalam kerajaan Aceh Darussalam ... yang menjadi rajanya adalah kebenaran, keadilan, persaudaraan, persamaan, keikhlasan dan cinta kasih.
Dan siapapun tidak boleh memperkosa dasar-dasar ini.
Atas dasar pemikiran itu, maka segala unsur bangsa dan segala jenis darah yang berada dalam Kerajaan Aceh Darussalam akan diperlakukan sama, mempunyai hak dan kewajiban yang sama ... tinggi rendah seseorang diukur dengan taqwa.
Hanya rakyat yang cerdaslah yang akan memelihara dan melaksanakan dasar-dasar ini.
----------------------------------------------------------------------
Demikianlah sebagian narasi dari orasi Sultan Meurah Johan yang bergelar Sultan Alaiddin Johan Syah, setelah dilantik menjadi Sultan Pertama Kerajaan Aceh Darussalam pada hari Jum'at, 1 Ramadhan 601 Hijriyah (1205 Masehi) di Bandar Lamuri.
2 Makam Sangat Bersejarah Masuknya Islam ke Indonesia
2 Makam Paling Bersejarah Masuknya Islam ke Indonesia
2 makam tersebut terletak di Kab Tapanuli tengah di Kecamatan Barus
Barus, kota pertama masuknya agama Islam di Indonesia.
Pedagang Arab memasuki Barus sekitar 627-643 M atau sekitar tahun 1 Hijriah, dan menyebarkan agama Islam di daerah itu. Ada juga utusan Khulafaur Rasyidin, bernama Syekh Ismail akan ke Samudera Pasai dan singgah di Barus, sekitar tahun 634 M. Sejak itu, tercatat bangsa Arab (Islam) mendirikan koloni di Barus. Bangsa Arab menamakan Barus dengan sebutan Fansur atau Fansuri, misalnya oleh penulis Sulaiman pada 851 M dalam bukunya “Silsilatus Tawarikh.” (Wanti, 2007).
Baru pada tahun 1978, sejumlah arkeolog dipimpin Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary melakukan penelitian terhadap berbagai nisan makam yang ada di sekitar Barus. Pada penelitian terhadap nisan Syekh Rukunuddin, arkeolog juga pengajar di Universitas Airlangga Surabaya dan guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, meyakini bahwa Islam sudah masuk sejak tahun 1 Hijriah. Hal itu berdasarkan pada perhitungan yang menguatkan pendapat sejarawan lokal Dada Meuraxa yang didukung sejumlah sejarawan lainnya bahwa tulisan pada nisan makam Syekh Rukunuddin itu tahun 48 Hijriah. Pengukuhan itu dikuatkan lagi dalam seminar pada 29-30 Maret 1983 di Medan menyimpulkan Barus merupakan daerah pertama masuknya Islam di Nusantara. (Wanti, 2007).
Perhitungan masuknya Islam di Barus itu didukung pula dengan temuan 44 batu nisan penyebar Islam di sekitar Barus bertuliskan aksara Arab dan Persia. Misalnya batu nisan Syekh Mahmud di Papan Tinggi. Makam dengan ketinggian 200 meter di atas permukaan laut itu, menurut Ustadz Djamaluddin Batubara,
hingga kini ada sebagian tulisannya tidak bisa diterjemahkan. Hal itu disebabkan tulisannya merupakan aksara Persia kuno yang bercampur dengan aksara Arab. Seorang arkeolog dan ahli kaligrafi kuno Arab dari Prancis Prof. Dr. Ludwig Kuvi mengakui Syekh Mahmud berasal dari Hadramaut, Yaman, merupakan ulama besar. (Wanti, 2007).
Berdasakan buku Nuchbatuddar karya Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai daerah awal masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad 7 Masehi. Sebuah makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus, di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi. Ini memperkuat dugaan bahwa komunitas Muslim di Barus sudah ada pada era itu (Kompas, 01/04-2005). Menurut literatur kuno Tiongkok, sekitar tahun 625 Masehi telah ada sebuah perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatera (Barus). Jadi hanya 9 tahun sejak Nabi Muhammad SAW memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir Sumatera sudah terdapat sebuah perkampungan Islam. Secara ringka dapat dipaparkan sebagai berikut: Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama di tahun 610 M, dua setengah tahun kemudian menerima wahyu kedua (kuartal pertama tahun 613 M), lalu tiga tahun lamanya berdakwah secara diam-diam—periode Arqam bin Abil Arqam (sampai sekitar kuartal pertama tahun 616 M), setelah itu baru melakukan dakwah secara terbuka dari Makkah ke seluruh Jazirah Arab.
Demikian hasil temuan G.R. Tibbets yang telah melakukan penelitian dengan tekun. Temuan ini diperkuat Prof. Dr. HAMKA yang menyebut bahwa seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang membuat kampung dan berdiam di pesisir Barat Sumatera. Ini sebabnya, HAMKA menulis bahwa penemuan tersebut telah mengubah pandangan orang tentang sejarah masuknya agama Islam di Tanah Air. HAMKA juga menambahkan bahwa temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia Islam di Princetown University di Amerika (Ridyasmara, 2006).